Rabu, 01 Juli 2009

KH. Ma'ruf Amin bermesraan dengan L*** menurunkan Kredibilitas MUI


BILA LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) kini kian berani, itu karena memang ada dalihnya.
Pertama, kehadiran KH Ma’ruf Amin Ketua Komisi Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) –saat itu– pada acara Rapat Kerja Nasional LDII yang berlangsung di Balai Kartini Jakarta, Selasa 6 Maret 2007. Kehadiran Ma’ruf Amin ketika itu atas nama pribadi. Padahal, MUI telah mengeluarkan ketetapan bagi seluruh pengurusnya berupa larangan menghadiri acara-acara yang diselenggarakan LDII seperti Rakernas dan semacamnya, termasuk kehadiran secara pribadi. Alasannya, karena MUI tetap menyatakan LDII sebagai aliran sesat, meski mereka secara gencar telah mengkampanyekan (kebohongan) bahwa LDII sudah berubah.

Larangan menghadiri acara LDII itu sejalan dengan hasil Munas Ulama 2005. MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti Ahmadiyah, LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan sebagainya agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut:
“Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah.

MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.” (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).

Anehnya, setelah itu ada unsure pimpinan MUI yang justru (walau mengaku atas nama pribadi) menghadiri rakernas LDII, Maret 2007. Padahal beberapa hari sebelumnya sudah diputuskan oleh para pemimpin MUI: larangan hadir di acara LDII, sebagai tindak lanjut dari rekomendasi Munas MUI tersebut.

H.Mauludin

Alhamdulillah,segala puji semua hanyalah milik Allah semata sebagai pemberi petunjuk bagi hambaNya yang ingin kembali.Dia adalah Zat tempat permohonan ampun dan permintaan pertolongan.
Dalam konteks kali ini,kami mengajak para pembaca sekalian menyimak pembicaraan kami dengan para petinggi LDII.dalam mengungkap ada apa dengan LDII.diantara pembicaraan tersebut sebelumnya kami memperkenalkan orang yang telah bersuara tentang doktrin mereka sendiri.
1. Ustadz Hafiludien
beliau adalah Pakubumi/Ustadz Senior (staf pengajar tetap pondok pesantren Pusat LDII KEDIRI).
Kami bertanya :ada beberapa jamaah resah dengan penyampaian mubalig yang mana mubalig tersebut menyampaikan kepada jamaah,begini pak selama ini kita mendapatkan ijtihad dari imam tidak boleh sholat dengan orang luar,tapi dari mubalig ini memperbolehkan sholat dengan orang luar.(bagaimana menurut bapak?).
Pak Hafiludien :ya..?! tidak boleh,
Kami bertanya :tetap tidak boleh ya?
Pak hafiludien :tetap gak boleh.itu keliru,kemanqulannya keliru,MANQULannya keliru.
Kami bertanya :jadi bagaimana kemanqulan yang pas pak,?
Pak hafiludien :tetap ga boleh,
Kami bertanya :tetap ga boleh sholat dengan orang luar ya?
Pak hafiludien :iya tetap ga boleh, kalau sudah terjadi supaya di ulangi sholatnya.
Kami bertanya :kalau umpama dia terlanjur sholat dengan orang luar,di ulangi lagi ya pak?
Pak hafiludien :ya di ulangi lagi,kalau terpaksa dan tidak bisa menghindar ya niatnya di niati sholat sendiri.bukannya kita bermakmum pada mereka. saat nabi ditanyakan oleh sahabat Hudaifah bin Yaman bagaimana kalau tidak menjumpai imam dan jamaah jawab nabi Fa’tazil tilkal firoqoh kullaha pisahilah semua firqoh yang ada.yang di pisahi apa? Yang dipisahi ibadahnya mereka.
Kami bertanya :berarti kita harus jauh dari mereka?
Pak hafiludien :iya.!kita tidak boleh beribadah bersama mereka. Fa’tazil tilkal firoqoh kullaha pisahilah semua firqoh yang ada.yang dipisahi maksudnya adalah ibdah bersama mereka.
Kami bertanya :berarti kita harus menyelisi dan punya dinding dengan mereka.?
Pak hafiludien :ya…untuk ibadahnya aja,tapi kalau urusan jual beli, pergaulan silahkan yang penting tidak terpengaruh.jangan ibadah bersama mereka,sholat bermakmum pada mereka,itu ga boleh.
Dan dalam jamaah sudah lazim,sudah sesuai kemanqulan,jangan merubah kemanqulan yang ada.
Kami bertanya :Insya Allah sudah cukup nanti kapan-kapan ada perttanyaan lagi kami akan bertanya lagi pada bapak ya?
Pak hafiludien :iya.
Demikian tanya jawab kami dengan Ustadz Hafiludien.dan
Menarik kesimpulan bahwa :
1.sholat dan bermakmum di belakang orang yang bukan
Kelompoknya maka tidak sah hukum sholat tersebut.wajib mengulanginya.
2. kalaupun terpaksa sholat berjamaah dengan orang luar maka niatnya berjamaah diganti dengan sholat sendiri.
3. jamaahnya harus terpaku dengan ilmu manqul,walau mungkin keliru ilmu manqul tersebut wajib diilkuti dan tidak bisa di ubah.
4. mereka masih mengkafirkan orang diluar kelompoknya.karna dari amalan saja orang luar tidak diterima.
2.Ustadz Mustofa Royan.
Beliau juga termasuk staf pengajar tetap di Pondok
Pesantren LDII Kediri.
Kami bertanya :bagaimanakah jamaah yang sudah berbaiat kemudian dia keluar dari jamaah,apa dia harus baiat lagi.?
Ust Mustofa :iya jelas dong harus baiat lagi.diakan udah keluar jadi otomatis baiat lagi.
Kami bertanya :ada beberapa jamaah yang telah membaca buku LDII yang berjudul NEW AFTER PARADIGMA,Disitu dijelaskan tentang konstelasi LDII dengan salafy.dan ada yang berpandangan tidak mengapa dan kita boleh belajar di pondok pesantren salafy.bagaimana hukumnya seperti itu?
Ust mustofa :tetap ga boleh,itu kan orang luar.
Kami bertanya :orang kafir ya pak?
Ust mustofa :iya,yang jelas mereka bukan orang jamaah bukan orang iman,tetap ga boleh,ngajinya ngaji di kita aja.
Kami bertanya :Dan ada yang berpandangan dengan buku tersebut,karna ada penjelasan konstelasi LDII kaitan erat dengan salafy.kenapa tidak kita mengaji di salafy juga?!
Dan yang menjelaskan ini sering berhubungan erat dengan pak Abdullah Mabrur(Mauludin).
Ust Mustofa :Hati-hati dengan orang itu,coba dipantau saja.siapa nama orang itu?
Kami bertanya :namanya Mas Rom,.
Ust mustofa :kamu dengan Bitung Jauh nggak?
Kami bertanya :agak jauh pak.
Ust mustofa :di Bitung ada yang namanya Fery.coba dipantau dia,kayaknya dia ada link dengan pak Mauludin.
Kami bertanya :asalanya dari mana?
Ust mustofa :orang Kediri,dia katanya kerja dibitung.
Dia datang kesana tidak ketempat orang kita,kayaknya sudah ada kost,kata orang kita.
Menurut informasi dia sudah pro dengan pak Mauludin.
Kami bertanya :keluarganya sekarang ada dimana pak?
Ust Mustofa :keluarganya ada disini,di pondok kediri.
Maksud saya tolong dipantau dia,bagaimana kepahamannya.jangan sampai dia nanti sepahaman dengan pak mauludin.maka dia akan mempengaruhi jamaah.
Kami bertanya :ada yang bertanya tentang pak Mauludin,bagaimana statusnya dia apakah masih jamaah?
Ust Mustofa :dia sudah bukan orang jamaah lagi.!
Kami bertanya :berarti sudah murtad ya pak?
Ust Mustofa :iya. dia udah bilang.saat saya tanyakan pada pak Mauludin”sekarang posisi mpak mauludin gimana” pak mauludin menjawab”kita orang islam itu harus punya amir,tapi amir itu harus di akui oleh semua orang islam,minimal tokoh-tokoh orang islam itu mengakui keamiran kita.hal itu kan gak mungkin terjadi.berarti kamu tidak mengakui keamiran pak Abdul Aziz.”iya”dia bilang begitu.
Dan sekarang posisi kamu bagaimana?pak mauludin menjawab”saya dalam rangka uzlah”
Kemudian tanya lagi,apakah kamu masih jamaah?.dia mengatakan “iya saya masih jamaah tapi bukan jamaah LDII”.berarti dia terang-terangan dia sudah bukan jamaah.makanya jamaah-jamaah di nasehati dipagari agar tidak terpengaruh dengan seperti itu.
Kami bertanya :memang beberapa waktu lalu kami mendapatkan ijtihad dari pusat untuk segera menghapus nomer hapenya pak mauludin.
Ust Mustofa :betul….betull…betull..
>
Ini dalam rangka nasehati jamaah agar tidak terpengaruh.
Jangan terpengaruh dengan keadaan.kalau pengaruh dulu lewat fisik tapi sekarang pengaruhnya lewat keyakinan.tekankan jamaah kita yang benar,walau disana itu sama ngajinya Quran hadits misalnya,juga mereka jamaah,juga punya imam.tapi imam mereka itu Qobisun.kita yang awal”fu bi baiatil awwal fal awwal”tetapilah baiat yang pertama maka yang pertama.sepintas tidak ada beda tapi yang jelas berbeda jauh,berbeda jauh.
Kami bertanya :apakah boleh saya menyampaikan kepada jamaah bahwa pak mauludin telah murtad?
Ust Mustofa :iya memang harus..memang dia sudah tidak jamaah.
Dan statusnya pak Mauludin sudah tidak mengakui keamiran kita,dia ngaku bukan jamaah kita,dia mengatakan dia salafy.
Demikian hasil tanya jawab kami dengan Ustadz Mustofa Royan,dari beberepa poin di atas kita bisa menarik beberapa kesimpulan:
1.Bahwa LDII masih dan tetap islam Jamaah yang memiliki imam yang harus di baiat.
2.Warga LDII dilarang menimba ilmu selain dari jalur mereka.
3.LDII masih dan tetap mengkafirkan orang diluar kelompoknya.
4.siapa saja pengikutnya,kemudian keluar dari jamaah LDII maka orang tersebut di tuduh telah murtad keluar dari keislaman.
3.Ustadz Taufiqurrohman
Beliau termasuk paku bumi staf pengajar tetap di pondok pesantren LDII kediri.
Kami bertanya :bagaimana pak hukumnya orang yang berzina,sebab ada jamaah yang merasa dirinya telah melakukan pelanggaran had.(bgaimana hukunmnya).
Ust Taufiq :itu di arahkan ke daerah dulu,nanti daerah akan mepertimbangkan dan menghubungi kepusat apa saja yang semestinya yang dilakukan oleh jamaah teresebut.nanti bagaimana dia diarahkan menjalankan kafaroh.
Sebelumnya begini pa,bila ada jamaah yang melaporkan seperti ini,hendaknya jangan disuruh sumpah karna igak ada petunjuk seperti itu.
Jadi orang yang bertobat itu kita uji kesungguhan dia dari mentobati kesalahannya dan yang punya haq menguji ini adalah keimaman.baik yang ada di daerah maupun ada di pusat.
(Dan pembicaraan terputus lewat handphone).
Dari pertanyaan dan jawaban diatas bisa kita menarik kesimpulan :
1.adanya imam yang mengendalikan pergerakan pengikutnya.
2.dikalangan mereka diadakan pertaubatan,dan pertaubatan itu di terima atau tidak yang menentukan adalah amirnya.
3.taubatnya seseorang sungguh-sungguh atau main-main yang menilai adalah imam,bukan Allah.

BAGAIMANA MUNGKIN ORANG ISLAM SELAIN L***

Dialog 1
Mereka bertanya :
Bagaimana mungkin orang Islam selain L*** tidak kafir? Saya ingin anda menjawabnya dengan hadits-hadits dalam Kutubusittah yang sudah dimangkulkan dalam jama’ah !!!
Penulis menjawab :
Jika bapak mengatakan Islam, maka Islam itu pengertiannya sebagaimana adanya dalam hadits-hadits.
Seperti yang diriwayatkan oleh Muslim, kitabu Iman bab 1 hadits no.1, dari 'Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu'anhu, yaitu hadits terkenal tentang Jibril ‘alaihisalam yang datang kehadapan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasalam.
Jibril ‘alaihisalam berkata : 'Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam', maka Nabi shallallahu’alaihiwasalam menjawab :
الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله صلى الله عليه وسلم وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا
'Islam adalah bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah serta Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika kamu mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana'.
Jibril pun pun berkata :
صدقت
'Benarlah engkau'.
Setelah Jibril pergi, Nabi shallallahu’alaihiwasalam pun bersabda :
فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم
'Dia adalah Jibril, yang telah datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian".
Inilah definisi Islam yang sesuai dalil, andaikata tidak ditambah dan tidak dikurangi maka telah cukup untuk memasukan seseorang itu ke surga. Dalilnya adalah datangnya seorang A’rob kepada Nabi shallallahu’alaihi wasalam dan berkata: “Ajarkan kepadaku suatu amal yang apabila ku amalkan maka aku masuk surga karenanya”.
Nabi shallallahu’alaihi wasalam menjawab, “Sembahlah Allah, jangan dipersekutukan dengan-Nya sesuatu. Dirikanlah shalat wajib, bayarlah zakat fardhu dan puasalah dibulan Ramadhan”.
Kemudian orang A’rob itu berkata,
والذي نفسي بيده لا أزيد على هذا شيئا أبدا ولا أنقص منه
“Demi Allah, yang diriku ditangan-Nya, tidak akan ku tambah ini selamanya, dan tidak akan kukurangi”.
Ketika orang itu telah pergi Nabi shallallahu’alaihi wasalam bersabda,
من سره أن ينظر إلى رجل من أهل الجنة فلينظر إلى هذا
“Siapa yang ingin melihat penghuni surga lihatlah orang itu”. (Muslim no. 14).
Ini bukan pendapat pribadi, perkataan ulama, atau pendapat seorang imam, melainkan sabda Rasulullah shallallhu’alaihi salam dan dibenarkan oleh Jibril ‘alaihisalam. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an :
…لا يضل ربي ولا ينسى
…Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa; (Ath-Thahaa 52).
Jika ada sesuatu ibadah tidak termasuk dalam rukun Islam, tentu ada hikmah besar didalamnya, yang tidak mungkin Allah Ta’ala melupakan dan melalaikannya.
Seperti masalah keimaman, kita sepakat bahwa hal itu adalah masalah wajib. Akan tetapi masalah ini tidak boleh diangkat melebihi sesuatu yang lebih wajib lagi (seperti rukun Islam diatas). Seperti kita ketahui, umat Islam berkali-kali berselisih mengenai masalah keimaman ini, bahkan para sahabatpun berselisih!!! Seperti yang terjadi pada Perang Jamal, Perang Shifin dan lainnya. Dan tidak mungkin seorang Islam yang bertauhid dan menjalankan ad-Dinnya dikafirkan gara-gara perselisihan sesama manusia yang bersifat sementara seperti keimaman ini.
Saya akan menjelaskannya dengan sudut pandang bahwa jama’ah anda adalah jama’ah yang benar, supaya anda tahu bahwa kalau anda berpikir jernih, menurut sudut pandang anda sendiri kaum muslimin selain kelompok anda tidak bisa dikafirkan.
Berikut ini penjelasannya :
1. Bukankah banyak orang Islam yang mengetahui dan meyakini kewajiban berimam, berbai’at dan berjama’ah, tetapi tidak mau bergabung dengan jama’ah anda sebab:
- Tidak meyakini bahwa jama’ah anda dibai’at pertama kali,
- Tidak setuju karena tidak dibai’at oleh tokoh-tokoh masyarakat (ulama dan umaro),
- Tidak setuju karena tidak berdasarkan musyawarah kaum muslimin,
- Tidak setuju karena tidak memiliki kekuasaan,
- Tidak setuju sebab yang dimaksud hadits adalah bagi imam seluruh kaum muslimin bukan sebagian kaum muslimin, dan lain sebagainya?!!.
Mereka tidak mau bergabung bukan karena ingkar kepada dalilnya. Sedangkan anda tidak bisa menyalahkan mereka begitu saja, sebab mereka ini juga berdasarkan dalil (bukan ro’yu).
Sebagian orang Islam yang berkata : “Kami tidak yakin kelompok anda dibai’at pertama kali”. Sebenarnya mereka menanyakan bukti yang jelas, sebagaimana Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda :
البينة على المدعي واليمين على المدعى عليه
“(Harus ada) bukti bagi yang mendakwa dan sumpah bagi yang didakwa”. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 1341).
Jika buktinya hanya perkataan-perkataan teman-teman anda sendiri, maka yang demikian bukan bukti. Sebagaimana Allah Ta’ala memberikan bukti kepada manusia tatkala diutus oleh-Nya seorang Rasul, yaitu dengan mukjizat-mukjizat yang bisa dilihat dan diketahui baik oleh orang iman ataupun orang kafir.
Sebagian orang Islam yang berkata : “Imam anda tidak dibai’at oleh tokoh-tokoh masyarakat atau tidak oleh musyawaroh kaum muslimin”, ada hujjahnya, yaitu ketika Abu Bakar radhiyallahu’anhu yang dibai’at pertama kali oleh Umar radhiyallahu’anhu sedangkan Umar adalah tokoh kaum muslimin waktu itu, pembai’atan itupun dilakukan dalam suatu forum musyawaroh para sahabat, sehingga diikutilah bai’at itu oleh peserta musyawaroh yang lainnya dari kalangan Muhajirin dan Anshor. Jadi pada peristiwa pembai’atan Abu Bakar ini ada setidaknya dua kaidah yang merupakan syarat sahnya seorang imam:
· Dibai’at oleh tokoh-tokoh masyarakat
· Atau berdasarkan ijma musyawarah kaum muslimin (perwakilannya)
Itulah makna perkataan Umar ibn Khattab radhiyallahu’anhu:
فمن بايع أميرا عن غير مشورة المسلمين فلا بيعة له
“Barangsiapa membai’at seorang amir tanpa musyawarah dengan kaum muslimin terlebih dahulu, maka tidak ada bai’at baginya”. (Bukhari no. 6329).
Sebagian orang Islam yang berkata : “Imam anda tidak memiliki kekuasaan dan kekuatan”, ada hujjahnya, sebab demikianlah fungsi imam seperti yang disebutkan oleh hadits-hadits, seperti hadits :
إنما الإمام جنة يقاتل من ورائه ويتقى به
“Sesungguhnya imam itu bagaikan perisai, digunakan untuk berperang dari belakangnya dan sebagai pelindung. (Bukhari no. 2737, Muslim no. 1841 juga oleh Nasai no. 4196).
Sedangkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam melarang orang yang tidak memiliki kekuatan, dijadikan amir (pemimpin) sebagaimana dalam hadits:
يا أبا ذر إني أراك ضعيفا وإني أحب لك ما أحب لنفسي لا تأمرن على اثنين ولا تولين مال يتيم
‘Hai Abu Dzar sesungguhnya aku melihatmu lemah dan sesungguhnya aku mencintai untukmu apa yang kucintai untuk diriku, janganlah sekali-kali engkau memimpin dua orang dan janganlah sekali-kali engkau mengurus harta anak yatim”. (Shahih Muslim no. 1826).
Dalam riwayat lain:
عن أبي ذر قال قلت يا رسول الله ألا تستعملني قال فضرب بيده على منكبي ثم قال يا أبا ذر إنك ضعيف وإنها أمانة وإنها يوم القيامة خزي وندامة إلا من أخذها بحقها وأدى الذي عليه فيها
Dari Abu Dzar, ia berkata, “Aku berkata, ‘Hai Rasulullah! Tidaklah engkau memperkerjakan aku?’ Ia berkata, ‘Maka beliau menepuk pundakku dengan tangannya kemudian bersabda, ‘Hai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya pekerjaan itu adalah amanah, dan sesungguhnya ia adalah kehinaan dan penyesalan di hari Kiamat kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan kewajiban padanya”. (Shahih Muslim no. 1825)
Sedangkan kewajiban imam itu adalah menegakan hudud, melindungi rakyatnya dari kedzaliman, berjihad dan sebagainya?!!!.
Bahkan seandainya bai’at yang tidak mensyaratkan kekuasaan itu dibenarkan, maka akan tercipta dalam satu negara ribuan bai’at dan ribuan imam (sebab tidak mensyaratkan kekuasaan). Yang demikian ini tentu kebatilan yang nyata.
Sebagian orang Islam yang berkata : “Perintah berjama’ah, berbai’at dan beramir itu adalah untuk jama’atul muslimin dan imamnya, bukan untuk jama’ah minal muslimin (jama’ah sebagian orang Islam)”. Perkataan ini juga berdasarkan dalil, yaitu hadits Hudzaifah radhiyallahu’anhu:
قال: "تلزم جماعة المسلمين وإمامهم".
Beliau (Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam) bersabda: “Berpegang teguhlah pada Jama'atul Muslimin dan imamnya”.
Jika kita memperhatikan, hadits itu secara jelas menyebutkan: Jama'atul Muslimin (jama’ah seluruh kaum muslimin) dan imamnya”, Nabi shallallahu’alaihi wasalam tidak mengatakan ‘Jama’ah minal muslimin (jama’ah sebagian orang Islam) dan imamnya”.
Bahkan kelanjutan hadits itu makin menjelaskan hal ini:
فقلت: "فإن لم تكن لهم جماعة ولا إمام؟".
قال: "فاعتزل تلك الفرق كلها ولو أن تعض على أصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك".
Hudzaifah bertanya: “Bagaimana jika tidak ada jama'ah maupun imamnya?”.
Beliau bersabda: “Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon (‘ashlu syajarah’) hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu". (Bukhari no. 3411, Muslim no. 1847)
Perhatikan perkataan beliau “Hindarilah semua firqah (kelompok) itu”, sebagai penjelasan perkataan sebelumnya bahwa kelompok-kelompok (jama’ah minal muslimin/jama’ah sebagian orang islam) akan ada, tapi Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam melarang kita bergabung dengan salah satu kelompok jama’ah minal muslimin yang ada.
Mereka beralasan pula, jika yang dimaksud imam yang kalau kita tidak bai’at kepadanya kita diancam mati jahiliyah adalah imam-imam jama’ah-jama’ah minal muslimin (sebagian orang Islam) seperti yang ada sekarang, bagaimana mungkin Nabi shallallahu’alahi wasalam dalam hadits diatas menyuruh umatnya untuk ‘mati jahiliyah’ karena tidak membaiat salah satu kelompok (jama’ah minal muslimin) yang ada?.
Bahkan, apabila kita katakan tentang bolehnya bai’at kepada selain imam jama’atul muslimin, maka apakah itu khusus pada kelompok-kelompok tertentu? Atau bahwa itu boleh untuk seluruh kelompok umat dan pribadi-pribadinya?. Jika kita jawab: Ya, pada soal pertama, maka hal itu adalah batil dan merupakan suatu pembuatan syari’at yang tidak diizinkan Allah, karena tidak ada wahyu yang mengkhususkan beberapa manusia tertentu dengan sesuatu tanpa yang lain setelah wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam.
Dan jika kita jawab, soal kedua dengan: Ya, maka sesungguhnya kita telah memecah belah perkara kaum muslimin, menceraiberaikan persatuan mereka dan mematahkan kekuatan mereka. Dan dari sana maka hal itu akan membuka pintu yang tidak tertutup kemungkinan bagi ribuan bai’at, lantas akan datang siapa yang berkeinginan, membai’at siapa yang dia kehendaki, dan ini termasuk perkara yang batil.
Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam:
…فإن جاء آخر ينازعه فاضربوا عنق الآخر
“…. Jika ada orang lain yang merebut (keimaman)-nya penggallah lehernya”.
(Muslim no. 1844, Abu Dawud no. 4248 dan lainnya).
Artinya harus hanya ada satu bai’at, yaitu untuk imam yang tertinggi, yang berkuasa, disatu negara.
Dengan demikian mereka yang tidak membai’at imam anda juga berdasarkan nash-nash yang jelas, dan kalaupun mereka dianggap salah dalam ijthadnya itu, tidak boleh kita mengkafirkan mereka, sebab siapapun pendapatnya dapat diambil dan ditinggalkan kecuali Rasullullah shallallahu’alaihi wasalam. Dan tidak semua orang yang Islam sebagian pendapatnya ditinggalkan karena kesalahan yang dilakukan, lalu dikafirkan atau dicap fasik, bahkan berdosa pun tidak, sebab Allah Ta’ala berfirman dalam doa kaum Mukmin:
ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا
“…Wahai Rabb kami janganlah Engkau hukum kami bila kami lupa atau bersalah…” [Al-Baqarah 286]. Dalam hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ’alaihi wasalam bahwa Allah Ta’ala telah menjawab doa diatas dengan firman-Nya:
قد فعلت
“Telah Kulakukan”. (Muslim no. 126).
2. Adapula orang-orang Islam yang bodoh, yang tidak paham dengan masalah imamah ini, lalu tidak mau berjama’ah, berimam dan berbai’at, sedangkan Allah Ta’ala memaafkan mereka dengan firman-Nya,
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (Al-Baqarah 286).
Banyak dalil lain mengenai hal ini, diantaranya apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (no. 3478, 3481) dan Muslim (no. 2756, 2757) : Ada seorang laki-laki yang tidak pernah melakukan amal kebaikan sama sekali, lalu menyuruh anaknya bila mati agar jasadnya dibakar lalu abunya ditebar ke laut pada saat angin bertiup kencang. Ia berkata : “Demi Allah jika Dia mampu membangkitkanku tentu akan mengadzabku dengan adzab yang belum pernah ditimpakan pada seorang pun”. (Tetapi) kemudian Allah mengampuninya”.
Orang ini ragu terhadap Qadar Allah dan kemampuan-Nya untuk membangkitkannya kembali setelah tulangnya hancur menjadi debu, bahkan berkeyakinan bahwa ia tidak akan dibangkitkan kembali. Tentu ini adalah kekufuran menurut kesepakatan seluruh kaum muslimin. Akan tetapi ia seorang yang tidak mengerti akan itu semua, sedang ia mukmin yang takut pada siksa Allah, maka ia diampuni karena hal itu.
Maka jika dalam masalah seperti itu saja mereka bisa diampuni sebab kebodohannya dan rasa takutnya kepada Allah, maka bagaimana dengan masalah keimaman yang kadangkala sulit dipahami bagi sebagian orang?. Sedangkan dalam mengkafirkan seseorang, diharuskan orang itu mengetahui bahwa tindak penyimpangannya itu menyebabkan dirinya kafir. Allah Ta’ala berfirman :
ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali (An-Nisa 115).
Pada ayat ini dijelaskan bahwa syarat seseorang dijatuhi hukuman neraka jahanam adalah setelah dia menentang Rasul, dan telah jelas baginya kebenaran yang disampaikan oleh Rasul itu.
3. Ada juga orang Islam yang terpaksa tidak berjama’ah, berimam dan berbai’at, karena takut dan terancam jiwanya, sedangkan Allah Ta’ala memaafkan mereka, dengan firman-Nya,
من كفر بالله من بعد إيمانه إلا من أكره وقلبه مطمئن بالإيمان ولكن من شرح بالكفر صدرا فعليهم غضب من الله ولهم عذاب عظيم
Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar [An-Nahl 106].
Maka kitapun tidak boleh mengkafirkan mereka.
4. Ada juga orang Islam yang tidak tahu sama sekali masalah jama’ah, bai’at dan imamah ini, sedangkan Allah Ta’ala berfirman,
وما كنا معذبين حتى نبعث رسولا
“…dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul” (Al-Israa 15).
Sedangkan kelompok anda sendiri, kadangkala tidak pernah terang-terangan mendakwahi mereka. Bahkan berpura-pura tidak ada pemahaman tentang imamah, bai’at dan jama’ah.
Oleh sebab itu, hendaknya tidak juga mengkafirkan orang-orang seperti ini.
Kesimpulannya:
Dengan sudut pandang seperti ini pun sebenarnya keadaan orang Islam selain jama’ah anda tidak bisa dikafirkan hanya karena tidak mau gabung atau tidak termasuk kelompok anda.

Diposkan oleh Rikrik Aulia Rahman waktu 11/24/2008 11:43:00 PM

BENARKAH ORANG YANG TIDAK MEMILIKI IMAM MATI KAFIR?

Dialog 2
Mereka bertanya:
Bukankah orang yang tidak membai’at atau tidak memiliki imam itu kalau mati, matinya mati jahiliyah?, bukankah dengan demikian orang itu kafir? Saya ingin anda menjawabnya dengan hadits-hadits dalam Kutubusittah yang sudah dimangkulkan dalam jama’ah !!!
Penulis menjawab :
Anda keliru dalam memahami hadits itu, mati jahiliyah bukan mati kafir, akan tetapi mati seperti matinya orang jahiliyah dahulu yang tidak punya imam.
Ketahuilah, orang jahiliyah sebelum kedatangan Islam senang berpecah belah, tidak memiliki pemimpin yang dipatuhi, dalilnya adalah ayat :
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا واذكروا نعمة الله عليكم إذ كنتم أعداء فألف بين قلوبكم فأصبحتم بنعمته إخوانا…
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah (yaitu jama’ah), dan janganlah kamu berfirqah-firqah, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara… (ali-Imron 103).
Setelah kedatangan Islam, mereka -para sahabat- menjadi bersaudara, maka ketika muncul permusuhan dan perselisihan setelah Islam karena fanatisme kelompok, maka mereka meniru keadaan dahulu yaitu masa jahiliyah. Oleh sebab itu tatkala kaum Muhajirin dan Anshor berselisih, seperti dikisahkan oleh Jabir bin Abdullah: Kami berperang bersama Nabi dan sekelompok kaum Muhajirin berkumpul bersama beliau. Di antara kaum Muhajirin ada seorang yang suka bercanda sehingga memukul pantat orang Anshor. Maka sangat marahlah sahabat Anshor tersebut. Sehingga masing-masing kubu saling berseru. Orang Anshor tersebut berkata: “Wahai orang-orang Anshor,” Orang Muhajirin berkata: “Wahai orang-orang Muhajirin”.
Nabi shallallahu’alaihi wasalam yang mendengar hal tersebut keluar seraya berkata:
“Ada apa dengan seruan Jahiliyyah ini?” [HR. Bukhori : 3518, 4905, 4907].
Nabi menyebut panggilan-panggilan itu sebagai seruan jahiliyah, sebab yang dikehendaki dari panggilan itu oleh mereka adalah perpecahan. Padahal panggilan ‘Muhajirin dan Anshor’ jika dijadikan panggilan biasa bukan seruan jahiliyah, bahkan Nabi sendiri sering memanggil dengan panggilan itu.
Tetapi orang-orang Islam yang berselisih, berperang dan bermusuh-musuhan dalam satu urusan ini, tidak serta merta dikatakan kafir seperti orang jahiliyah, bahkan Allah masih tetap memanggil mereka dengan keimanan, dengan firman-Nya:
وإن طائفتان من المؤمنين اقتتلوا فأصلحوا بينهما فإن بغت إحداهما على الأخرى فقاتلوا التي تبغي حتى تفيء إلى أمر الله فإن فاءت فأصلحوا بينهما بالعدل وأقسطوا إن الله يحب المقسطين
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.(Al-Hujarat 9).
Allah pada ayat ini masih memanggil dua golongan yang berselisih itu dengan keimanan.
Maka demikianlah bahwa yang dimaksud dengan hadits: siapa yang tidak bai’at atau tidak punya imam jika mati, maka: مات ميتة جاهلية Maksudnya, ‘Mati seperti matinya orang jahiliyah dahulu yang tidak punya imam, bukan yang dimaksud mati dalam keadaan kafir”.
Diposkan oleh Rikrik Aulia Rahman waktu
11/24/2008 11:45:00 PM